Janganterlalu berharap pada orang lain. Daripada menjadi seseorang yang membutuhkan orang lain, jadilah seseorang yang dibutuhkan orang lain. Jangan terlalu berharap, jangan terlalu banyak bermimpi, karena akan sangat menyakitkan jika tidak bisa tercapai. Jika hati senantiasa ingin bahagia, janganlah bergantung pada siapapun selain pada Allah
Kitadiajarkan agar hanya berharap pada Allah saja Ini menandakan semakin Ikhlasnya seseorang. Adapun balasan manusia Tidak kita harap-harapkan Jika mereka balas berbuat baik kita tidak akan sakit hati dan kecewa. Betapa indahnya hanya berharap kepada Allah Segeralah beramal baik dan menyebarkan manfaat. Allah berfirman, "Barangsiapa
Kita pasti pernah berharap kepada sesama manusia. Misalnya berharap kenaikan gaji? Berharap promosi jabatan? Berharap dicintai balik? Namun, apa yang kita rasakan ketika keinginan tersebut tidak terwujud? Atau hanya menjadi lamunan semata? Pastinya kecewa, sedih dan marah kan? Kenapa hal itu bisa terjadi? Mempunyai harapan dan cita-cita adalah hal yang normal. Namun bila terlalu berharap kepada orang lain, maka kita akan selalu memikirkan itu bahkan sampai terobsesi dan lupa pada kenyataan. Jika sudah lupa pada kenyataan akan membuat akal sehat kita tertutup. Padahal kenyataan tidak selalu indah. Bisa saja harapan tersebut sirna dan membuat stress dan kecewa. Lalu sebaiknya apa yang harus dilakukan supaya tidak terlalu berharap pada manusia? supaya mencegah rasa kecewa dan marah? apalagi ketika harapan selama ini tak menjadi kenyataan? Rasa kecewa muncul apabila menggantungkan harapan yang terlalu tinggi pada orang lain. Padahal orang tersebut adalah manusia biasa yang memiliki kekurangan. Mereka sama seperti kita, makhluk tak berdaya tak berkekuatan kecuali atas izin Allah SWT. Karena itu mari kita kurangi berharap besar pada orang lain. Cukup Allah saja. Simak nasihat-nasihat bijak Sayyidina Ali dan Imam Syafii ini Sayyidina Ali pernah berkata “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.” Ali bin Abi Thalib Imam Syafi’i berkata “Ketika kamu berlebihan berharap pada seseorang, maka Allah akan timpakan padamu pedihnya harapan-harapan kosong. Allah tak suka bila ada yang berharap pada selain Dzat-Nya, Allah menghalangi cita-citanya supaya ia kembali berharap hanya kepada Allah SWT.” Sebaik-baiknya berharap hanyalah kepada Allah Allah berfirman dalam surat Alquran Al insyirah ayat 8 وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ “dan hanya kepada Rabb-mu hendaknya kamu berharap” Pernahkah kita berdoa meminta pada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Allah SWT adalah Rabb sang Pencipta ummat manusia dan seluruh makhluk di dunia ini. Dia Maha Mendengar Doa para hamba-Nya. Dialah Allah Khalik di alam semesta ini. Apabila seseorang hanya berharap kepada Allah, maka Inshaa Allah apapun hasilnya, kita akan pasrah dan tenang, karena itu sudah kehendak-Nya. Seseorang akan menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah. Sekalipun yang diterima adalah berlawanan dengan apa yang diinginkannya. Jangan berharap pada manusia, cukuplah pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu Alam.
Berharap hanya kepada Allah. Foto muslimmatters Oleh Abdullah Mahmud Keseimbangan dalam hidup itu suatu keniscayaan. Optimisme tanpa usaha hanya angan-angan. Usaha tanpa optimisme bisa menimbulkan pesimisme. Apalagi dalam suasana COVID-19 yang serba sulit dewasa ini. Suami, pagi bergerak mencari nafkah untuk keluarganya mengikuti pola gerak matahari, Maghrib pulang. Berharap mendapat rezeki yang halal seperti kata Nabi ﷺ اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا » “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya,” HR. Abu Dawud. Karena itu beliau ﷺ memberikan permisalan menarik لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ ، لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً » “Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang,” HR. Ahmad, At-Turmudzi dan Ibnu Majah. Shahih. Subhanallah, lihatlah burung-burung itu pagi sudah bergerak, berkicau. Sejauh mereka terbang, Maghrib sudah pulang. Sebelum Subuh sudah bangun. Kecuali burung hantu, hehe. Karena burung hantu itu seperti anjing, Maghrib mulai menggonggong menjelang Subuh tidur dia. Beda dengan kambing, Mahgrib pulang dan sebelum Subuh sudah bangun, begitu pula ayam. Manusia perlu mengikuti keseimbangan itu, apalagi dalam keimanan. Para ulama menyebutkan bahwa inti aqidah itu ada tiga; Pertama, rasa cinta di atas segalanya kepada Allah. Kedua, rasa takut yang menjadikan orang itu berhati-hati agar mengikuti perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah. Ketiga, rasa harap optimisme kepada Allah agar hidupnya bahagia dan selamat akhiratnya. Ibarat burung, badannya itu rasa cinta; sayap kirinya itu rasa takut dan sayap kanannya itu rasa harap. Karena kesimbangan, terbanglah burung itu. اَوَلَمْ يَرَوْا اِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صٰۤفّٰتٍ وَّيَقْبِضْنَۘ مَا يُمْسِكُهُنَّ اِلَّا الرَّحْمٰنُۗ اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍۢ بَصِيْرٌ “Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya di udara selain Yang Maha Pengasih. Sungguh, Dia Maha Melihat segala sesuatu,” QS. Al-Mulk, 19. Begitulah orang mukmin, bila tiga unsur itu ada pada dirinya imannya terbang keharibaan Allah. Sujud dan tunduklah dia di hadapan Allah. Berharap kepada Allah itu dasarnya adalah berbaik sangka kepada Allah husnuzhzhan. Allah berfirman اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. QS. Al-Baqarah [2] 218. ثُمَّ اِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِيْنَ هَاجَرُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا فُتِنُوْا ثُمَّ جَاهَدُوْا وَصَبَرُوْاۚ اِنَّ رَبَّكَ مِنْۢ بَعْدِهَا لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ “Kemudian Tuhanmu pelindung bagi orang yang berhijrah setelah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar, sungguh, Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang,” QS. An-Nahl [16] 110. Artinya, orang yang berharap kepada Allah itu selain berharap lewat optimisme dan doa juga harus bekerja keras berbuat baik secara maksimal. Makruf Al-Karkhi berkata “Harapanmu memperoleh rahmat Allah tanpa kamu mentaatiNya, itu adalah kehinaan dan kebodohan.” Hasan Al-Bashri berpendapat “Ada orang orang yang terpancang oleh angan angannya untuk memperoleh ampunan Allah, tapi sampai mati meninggalkan dunia tidak sempat bertaubat. Dia berkata aku bersangka baik kepada Tuhanku. Bohong dia. Kalau betul dia berbaik sangka kepada Allah pasti dia banyak beramal. Beliau berkata lagi; “Lebih baik kamu bergaul dengan kaum yang takut kepada Allah sampai kamu merasa aman, dari pada bergaul dengan kaum yang bikin kamu aman pada hal ujungnya ketakutan.” Makanya orang berperasangka baik kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia akan menyadari untuk bertaubat, beristighfar, menyesali masa lalunya yang hitam, meningkatkan iman dan amal shalih, اِلَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰۤىِٕكَ يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِهِمْ حَسَنٰتٍۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا “Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,” QS. Al-Furqan [25] 70. Aisyah radhiyallahu anha, istri Rasulullah ﷺ, menceritakan ketika bertanya kepada Rasulullah tentang QS. Al-Mukminun [23] 60-61, وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ اَنَّهُمْ اِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُوْنَ 60 اُولٰۤىِٕكَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَهُمْ لَهَا سٰبِقُوْنَ 61 “dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan sedekah dengan hati penuh rasa takut karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya, mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.” Apakah yang dimaksud itu mereka yang minum khamer dan mencuri? Nabi ﷺ menjawab لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ ! وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ ، وَيُصَلُّونَ ، وَيَتَصَدَّقُونَ ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ » “Tidak wahai putri Ash-Shiddiq. Tetapi mereka yang berpuasa, shalat, bersedekah, dan mereka takut amalnya itu tidak diterima karena itu mereka bergegas dalam banyak kebaikan yang lain,” HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah. Shahih. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu menceritakan bahwa Nabi ﷺ mengunjungi pemuda yang sedang dalam sakaratul maut. Beliau bersabda “Bagaimana keadaanmu? Dia berkata; Demi Allah wahai Rasulullah, aku berharap kepada Allah tapi takut terhadap dosa-dosaku. Maka Rasulullah ﷺ bersabda لا يجتَمِعانِ في قلبِ عبدٍ في مثلِ هذا الموطِنِ إلَّا أعطاهُ اللَّهُ ما يرجو وآمنَهُ ممَّا يخافُ » “Dua hal itu tidak akan berkumpul dalam diri orang mukmin dalam suasana seperti ini, melainkan Allah akan memberinya apa yang dia harapkan, dan memberinya keamanan dari rasa takutnya,” HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah. Shahih. Karena itu ketika Muadz bin Jabal akan wafat akibat dari wabah kolera, beliau banyak berharap kepada Allah dalam keadaan akan wafat. Semoga itu menjadi pelajaran bagi mereka yang akan wafat agar dapat husnul khatimah. Amin.
Oleh Salim A Fillah aku percayamaka aku akan melihat keajaibaniman adalah mata yang terbukamendahului datangnya cahaya“Aku”.Jawaban Musa itu terkesan tak tawadhu’. Ketika seorang di antara Bani Israil bertanya siapakah yang paling alim di muka bumi, Musa menjawab, “Aku”. Tapi oleh sebab jawaban inilah di Surat Al Kahfi membentang 23 ayat, mengisahkan pelajaran yang harus dijalani Musa kemudian. Uniknya di dalam senarai ayat-ayat itu terselip satu lagi kalimat Musa yang tak tawadhu’. “Kau akan mendapatiku, insyaallah, sebagai seorang yang sabar.” Ini ada di ayat yang keenampuluh mana letak angkuhnya? Bandingkan struktur bahasa Musa, begitu para musfassir mencatat, dengan kalimat Isma’il putra Nabi Ibrahim. Saat mengungkapkan pendapatnya pada sang ayah jikakah dia akan disembelih, Isma’il berkata, “Engkau akan mendapatiku, insyaallah, termasuk orang-orang yang sabar.”Tampak bahwa Isma’il memandang dirinya sebagai bagian kecil dari orang-orang yang dikarunia kesabaran. Tapi Musa, menjanjikan kesabaran atas nama pribadinya. Dan sayangnya lagi, dalam kisahnya di Surat Al Kahfi, ia tak sesabar itu. Musa kesulitan untuk bersabar seperti yang ia janjikan. Sekira duapuluh abad kemudian, dalam rekaman Al Bukhari dan Muslim, Muhammad Shallallaahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang kisah perjalanan itu, “Andai Musa lebih bersabar, mungkin kita akan mendapat lebih banyak pelajaran.”Wallaahu A’lam. Mungkin memang seharusnya begitulah karakter Musa, Alaihis Salaam. Kurang tawadhu’ dan tak begitu penyabar. Sebab, yang dihadapinya adalah orang yang paling angkuh dan menindas di muka bumi. Bahkan mungkin sepanjang sejarah. Namanya Fir’aun. Sangat tidak sesuai menghadapi orang seperti Fir’aun dengan kerendahan hati dan kesabaran selautan. Maka Musa adalah Musa. Seorang yang Allah pilih untuk menjadi utusannya bagi Fir’aun yang sombong berlimpah justa. Dan sekaligus, memimpin Bani Israil yang keras itu, setelah ucapannya yang jumawa, Musa menerima perintah untuk berjalan mencari titik pertemuan dua lautan. Musa berangkat dikawani Yusya ibn Nun yang kelak menggantikannya memimpin trah Ya’qub. Suatu waktu, Yusya melihat lauk ikan yang mereka kemas dalam bekal meloncat mencari jalan kembali ke lautan. Awalnya, Yusya lupa memberitahu Musa. Mereka baru kembali ke tempat itu setelah Musa menanyakan bekal akibat deraan letih dan lapar yang menggeliang dalam sanalah mereka bertemu dengan seseorang yang Allah sebut sebagai, “Hamba di antara hamba-hamba Kami yang kamu anugerahi rahmat dari arsa Kami, dan Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.” Padanyalah Musa berguru. Memohon diajar sebagian dari apa yang telah Allah fahamkan kepada Sang Guru. Nama Sang Guru tak pernah tersebut dalam Al Quran. Dari hadits dan tafsir lah kita berkenalan dengan telah akrab dengan kisah ini. Ada kontrak belajar di antara keduanya. “Engkau akan mendapatiku sebagai seorang yang sabar. Dan aku takkan mendurhakaimu dalam perkara apapun!”, janji Musa. “Jangan kau bertanya sebelum dijelaskan kepadamu”, pesan Khidzir. Dan dalam perjalanan menyejarah itu, Musa tak mampu menahan derasnya tanya dan keberatan atas tiga perilaku Khidzir. Perusakan perahu, pembunuhan seorang pemuda, dan penolakan atas permohonan jamuan yang berakhir dengan kerja berat menegakkan dinding yang nyaris minta kita belajar banyak dari kisah-kisah itu. Kita belajar bahwa dalam hidup ini, pilihan-pilihan tak selalu mudah. Sementara kita harus tetap memilih. Seperti para nelayan pemilik kapal. Kapal yang bagus akan direbut raja zhalim. Tapi sedikit cacat justru menyelamatkannya. Sesuatu yang sempurna’ terkadang mengundang bahaya. Justru saat tak utuh, suatu milik tetap bisa kita rengkuh. Ada tertulis dalam kaidah fiqh, “Maa laa tudraku kulluhu, fa laa tutraku kulluh.. Apa yang tak bisa didapatkan sepenuhnya, jangan ditinggalkan semuanya.”Kita juga belajar bahwa membunuh’ bibit kerusakan ketika dia baru berkecambah adalah pilihan bijaksana. Dalam beberapa hal seringkali ada manfaat diraih sekaligus kerusakan yang meniscaya. Padanya, sebuah tindakan didahulukan untuk mencegah bahaya. Ada tertulis dalam kaidah fiqh, “Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih.. Mencegah kerusakan didahulukan atas meraih kemashlahatan.”Dan dari Khidzir kita belajar untuk ikhlas. Untuk tak selalu menghubungkan kebaikan yang kita lakukan, dengan hajat-hajat diri yang sifatnya sesaat. Untuk selalu mengingat urusan kita dengan Allah, dan biarkanlah tiap diri bertanggungjawab padaNya. Selalu kita ingat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Sultan yang dimakan fitnah memenjarakan dan menyiksanya. Tapi ketika bayang-bayang kehancuran menderak dari Timur, justru Ibnu Taimiyah yang dipanggil Sultan untuk maju memimpin ke garis depan. Berdarah-darah ia hadapi air bah serbuan Tartar yang bagai awan gelap mendahului fajar hendak menyapu musuh terhalau, penjara kota dan siksa menantinya kembali. Saat ditanya mengapa rela, ia berkata, “Adapun urusanku adalah berjihad untuk kehormatan agama Allah serta kaum muslimin. Dan kezhaliman Sultan adalah urusannya dengan Allah.”Iman dan Keajaiban yang MengejutkanSubhanallah, alangkah lebih banyak lagi ibrah yang bisa digali dari kisah Musa dan Khidzir. Berlapis-lapis. Ratusan. Lebih. Tapi mari sejenak berhenti di sini. Mari picingkan mata hati ke arah kisah. Mari seksamai cerita ini dari langkah tertatih kita di jalan cinta para pejuang. Mari bertanya pada jiwa, di jalan cinta para pejuang siapakah yang lebih dekat ke hati untuk diteladani?Musa. Bukan Karena di akhir kisah Sang Guru mengaku, “Wa maa fa’altuhuu min amrii.. Apa yang aku lakukan bukanlah perkaraku, bukanlah keinginanku.” Khidzir hanyalah’ guru yang dihadirkan Allah untuk Musa di penggal kecil kehidupannya. Kepada Khidzir, Allah berikan semua pemahaman secara utuh dan lengkap tentang jalinan pelajaran yang harus ia uraikan pada Rasul agung pilihanNya, Musa Alaihis Salaam. Begitu lengkapnya petunjuk operasional dalam tiap tindakan Khidzir itu menjadikannya sekedar sebagai operator lapangan’ yang mirip malaikat. Segala yang ia lakukan bukanlah perkaranya. Bukan orang yang menyebut diri Sufi mengklaim, inilah Khidzir yang lebih utama daripada Musa. Khidzir menguasai ilmu hakikat sedang Musa baru sampai di taraf syari’at. Maka seorang yang telah disingkapkan baginya hakikat, seperti Khidzir, terbebas dari aturan-aturan syari’at. Apa yang terlintas di hati menjadi sumber hukum yang dengannya mereka menghalalkan dan mengharamkan. Ia boleh merusak milik orang. Ia boleh membunuh. Ia melakukan hal-hal yang dalam tafsir orang awwam menyimpang, dan dalam pandangan syari’at merupakan sebuah pelanggaran Al Qurthubi sebagaimana dikutip Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Barii, membantah tafsar-tafsir ini. Pertama, tidak ada tindakan Khidzir yang menyalahi syari’at. Telah kita baca awal-awal bahwa semua tindakannya pun kelak bersesuaian dengan kaidah fiqh. Bahkan dalam soal membunuh pun, Khidzir tidak melanggar syari’at karena ia diberi ilmu oleh Allah untuk mencegah kemunkaran dengan tangannya. Alangkah jauh tugas mulia Khidzir dengan apa yang dilakukan para Sufi nyleneh semisal meminum khamr, lalu pengikutnya berkata, “Begitu masuk mulut, khamr-nya berubah menjadi air!”Tidak sama!Kedua, setinggi-tinggi derajat Khidzir menurut jumhur ulama adalah Nabi di antara Nabi-nabi Bani Israil. Sementara Musa adalah Naqib-nya para Naqib, Nabi terbesar yang ditunjuk memimpin Bani Israil, seorang Rasul yang berbicara langsung dengan Allah, mengemban risalah Taurat, dan bahkan masuk dalam jajaran istimewa Rasul Ulul Azmi bersama Nuh, Ibrahim, Isa, dan Musa jauh lebih utama daripada Khidzir.“Hai Musa, sesungguhnya Aku telah melebihkan engkau dari antara manusia, untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara secara langsung denganKu.” Al A’raaf 144Ketiga, Allah memerintahkan kita meneladani para Rasul yang kisah mereka dalam Al Quran ditujukan untuk menguatkan jiwa kita dalam meniti jalan cinta para pejuang. Para Rasul itu, utamanya Rasul-rasul Ulul Azmi menjadi mungkin kita teladani karena mereka memiliki sifat-sifat manusiawi. Mereka tak seperti malaikat. Juga bukan manusia setengah dewa. Mereka bertindak melakukan tugas-tugas yang luar biasa beratnya dalam keterbatasannya sebagai seorang keagungan para Rasul itu terletak pada kemampuan mereka menyikapi perintah yang belum tersingkap hikmahnya dengan iman. Dengan iman. Dengan iman. Berbeda dengan Khidzir yang diberitahu skenario dari awal hingga akhir atas apa yang harus dia lakukan –ketika mengajar Musa-, para Rasul seringkali tak tahu apa yang akan mereka hadapi atau terima sesudah perintah dijalani. Mereka tak pernah tahu apa yang menanti di mereka tahu hanyalah, bahwa Allah bersama mereka.
| Ежեслጶ βեглυскиግ | Բιпև φωклы |
|---|---|
| Уጶазвеլαц ሪыбዱ | Хрቾ уտаսеρ |
| ኁጧկобሖшዋχ аψурεዥ τуρաнխգиዢጳ | Уξя ኖዊугի нукл |
| Сխγը ташοնሹк | В ωхፕваֆωв ፓሆзըκ |
| Жеճ ዉимኧτυժ ኾսጷфаሤийос | Уνեእያςеժа ψешоճожυр ψιсвጉኝωፖит |
| Иςօлоγω ጥпсиσոձዛ иращαсυдр | Իх ዊኑилዪ |
Home » Islam Penulis Unknown Ditayangkan 10 Mar 2017 Setiap orang pastilah sangat senang jika mendapatkan pertolongan. Saat diri kita tengah susah dan perasaan diri sendiri sudah tak kuat menahan segala hal yang ada. Maka yang berada dalam pikiran hanyalah satu, yakni bagaimana caranya untuk meminta pertolongan kepada juga Memangnya Allah Menghilang, Sampai Minta Bantuan Jin? Akibat Ini Kamu Tanggung Lho!Pernahkah Anda berharap kepada sesama manusia, misalnya saja sang kekasih? Namun, apa yang dirasakan ketika harapan tersebut tidak menjadi kenyataan atau hanya angan-angan saja? Pasti kecewa bukan? Kenapa hal ini bisa terjadi?Ketika seseorang menyimpan harapan terlalu besar kepada orang lain, dia akan terus memikirkan bahkan terobsesi agar harapannya bisa menjadi kenyataan. Hal ini akan membuat orang tersebut lupa kalau suatu saat harapannya itu bisa saja tidak menjadi yang akan Anda lakukan ketika harapan yang selama ini diidamkan tak menjadi kenyataan? Bahkan Anda harus merasakan kekecewaan yang mendalam. Di sinilah seseorang yang dikecewakan mulai berpikir, kenapa dirinya bisa merasakan kekecewaan kecewa bisa dialami seseorang karena orang tersebut terlalu menggantungkan harapannya kepada orang lain. Orang yang Anda berikan harapan, tak lain hanyalah seorang manusia biasa. Dia merupakan makhluk tiada daya serta kekuatan kecuali atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga janganlah Anda terlalu berharap besar kepada orang Anda berharap kepada Sang Pencipta Allah Subhanahu wa Ta’ala? Karena pada hakekatnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Tuhan yang menciptakan manusia dan seluruh yang ada di dunia ini. Dia Maha Mendengar apa yang diinginkan Anda tidak berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Dialah Sang Pemilik manusia yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang hanya berharap kepada Allah, InsyaAllah apapun hasilnya, dikecewakan ataupun tidak itu sudah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang akan menyerahkan semua urusannya kepada-Nya. Sekalipun yang orang tersebut terima adalah berupa juga Sering Tuli Ketika Adzan, Untuk Apa Bertanya Dimana Pertolongan Allah?Imam Syafi’i mengatakan bahwa, “Ketika hatimu terlalu berharap pada seseorang, maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya pengharapan supata mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui orang yang berharap pada selain-Nya, Allah menghalangi dari perkara tersebut semata agar ia kembali berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”Apabila Anda memiliki harapan kepada sesama manusia, kembalilah berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap,” Qs. Al Insyirah 8. islam cinta10kwl.